Bersihkan Lagi

 Jika hati diaktivasi, ia akan peka terhadap hikmah dan pembelajaran, yang bertaburan di sepanjang jalan kehidupan. Jika sudah demikian, hari-hari tidak akan berlalu begitu saja tanpa menjadikan pelakunya tumbuh dan semakin berilmu.


Siapa yang sangka akan dapat pelajaran besar dari sebuah peristiwa sederhana?


***


Idul Fitri lalu mempertemukan banyak sekali keluarga, yang mungkin karena kesibukan, jadi terpisah jarak, ruang, dan waktu. Termasuk keluarga saya. Kala itu saya bertemu kembali dengan seorang sepupu dekat. Waktu kecil, kami teman bermain di sawah dekat rumah kakek. Jauh berbeda rupanya hari itu. Dia telah menjelma menjadi pemuda gagah, dengan postur tinggi menjulang. Bahagianya bertemu lagi.


Namun ada yang aneh dari bahasa tubuhnya. Beberapa kali dia tersenyum saat mendengar celotehan keluarga, dan setelahnya langsung mengubah wajah penuh rasa khawatir. Dia kelihatan sangat gelisah. Karena saya memperhatikannya dan ngeuh, maka saya tanya, “Hey, kenapa kamu? Gelisah amat..” Dia tersentak, keringat dingin menetes di dahinya. Samar-samar dia bilang, “Teh.. tadi kakek nitip uang sama aku, buat dikasihin ke adek. Tapi.. kepake barusan.” Mukanya pucat.


Melihat reaksi dia yang segitunya, kebayang uang yang terpakainya pasti gede. Yasudah saya tanya, “Kepake berapa sih? Kali-kali aku bisa bantu.” Spontan dia menarik tangan saya dan mengajak saya ke pojokan yang lumayan sepi. Tangannya masih menggenggam tangan saya, dan terasa dingin. Dia menunduk dan setengah berbisik, “Kepake 30 ribu, teh.” Refleks saya pun merespon, “Yaelah.. kirain kepake berapa, bro. Segitu mah kamu punya kali buat ngegantiin.” Saya geleng-geleng kepala, heran.


Oke, sekedar informasi, sepupu saya ini alhamdulillah berkecukupan. Ya.. lumayan lah. Maka wajar saya tepok jidat atas perilaku dia yang segitunya. Rasanya ya aneh aja. Karena saya tau, mudah bagi dia untuk berpura-pura tidak terjdi apa-apa. Lah 30 ribu doang. Tinggal gantiin, beres. Pikir saya.


Tapi Maha Besar Allah, peristiwa sederhana ini ternyata menampar saya. Sebuah jawaban singkat, meluncur dari mulutnya. “Ngegantiin doang mah iya gampang, teh. Tapi ini kan amanah. Amanah sekecil ini aja aku nggak becus. Gimana layak Allah kasih kepercayaan lebih besar sama aku.”


Plakkk!!!


Jujur ya.. saya sama sekali nggak kepikiran sampai kesitu. Bayangan saya waktu bahas uang terpakai itu cuma mentok sampai dunia. Tinggal gantiin, beres urusan. MasyaAllah.. malu.


Masih dengan wajah khawatir, dia melanjutkan, “Hidup kan soal amanh teh. Semua yang ada kan sebenernya titipan Allah. Cuma washilahnya lewat orang-orang. Dan setiap amanah yang diterima, itu ujian kan teh. Berarti kalau gagal dititipin, aslinya gagal ngemban amanah Allah.”


Asli, saya langsung nunduk. Betul. Betul banget. Kita naik jabatan, dikasih kepercayaan mengelola sesuatu, buka bisnis, bahkan yang paling sederhana.. diminta menyampaikan uang 30 ribu pun, itu bentuk aslinya adalah amanah Allah. Meski jalan lewat ke kitanya melalui manusia, tapi sebetulnya, itu amanah Allah. Tergelincir di amanah kecil, bukti bahwa integritas kita di hadapan-Nya cacat dan perlu diperbaikin. Ya Allah..


Betul-betul nggak disangka, perkara sederhana begini bawa pelajaran besar. Pelajaran bahwa tingkat keresahan diri atas suatu kesalahan, menggambarkan sebuah tingkatan keimanan.


***


Ada yang kelihatannya salahnya sedikit, tapi gelisahnya parah. Kenapa? Sebab dia takut, bukan sama manusia, tapi sama Allah Yang Maha Melihat. Dia tau betul Allah Maha Mengetahui, yang tampak maupun yang tersembunyi. Juga tau bahwa kebaikan dan keburukan, hanya akan kembali kepada pelakunya. Siapa? Diri sendiri.


Tapi ada juga yang nggak gemeter, bahkan di kesalahan yang besar. Santai aja gitu. Bahkan terus diulangi. Ada. Itu bisa terjadi karena saking kotornya hati. Mungkin karena sudah jadi kebiasaan. Lama-lama bisa mati tuh hati, nggak peka lagi. Allah bisa bikin hati kita keras dan terkunci. Lalu siapa lagi yang rugi? Diri sendiri lagi.


***


Hari itu saya introspeksi diri. Bisa-bisanya saya nggak ngeuh bahwa ini perkara ada nyambungnya ke Allah. Dan memang semua perkara dunia ini semuanya nyambung ke Allah. Kok bisa-bisanya solusi yang muncul di pikiran saya cuma mentok sampai dunia.


Ini bikin saya khawatir, jangan-jangan hati saya sudah mulai kotor lagi, sampai-sampai saya nggak punya kepekaan terhadap hal tesebut. Ya Allah.. jangaaan sampai deh hati ini keburu keras, keburu mati. Disini nih pentingnya kita bersihkan lagi hati kita. Bersihkan lagi, terus, terus. Supaya apa? Supaya peka, hidup lagi


“Ketahuilah, sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging, apabila dia baik, maka jasad tersebut akan menjadi baik, dan sebaliknya apabila dia buruk maka jasad tersebut akan menjadi buruk. Ketahuilah segumpal daging tersebut adalah “qolbu” yaitu hati.” – HR. Bukhori


Makanya, kalau hati masih terasa geter di kesalahan-kesalahan kecil, bersyukurlah. Jangan tunggu sampai hati jadi kebas sama rasa salah, sama dosa. Bersihkan lagi, lagi, lagi.


Dan inget juga, ujian-ujian kehidupan yang kita hadapi selama ini adalah karunia-Nya untuk mengangkat derajat kita. Maka jangaaaan sampai.. justru kita yang merendah-rendahkan diri kita, dengan kesalahan-kesalahan yang diulangi lagi dan lagi.


Semoga kisah nyata sederhana ini juga ada pelajarannya untuk siapa pun yang membaca. Karena percayalah tak ada satu pun yang kebetulan. Ketika seseorang diizinkan membaca dan mempelajari sesuatu, pastilah sejatinya Allah yang hendak berbicara dan memberitahukan sesuatu. Entah sebagai peringatan, atau pun untuk sebuah persiapan, agar kelak tak melakukan kesalahan.

Belum ada Komentar untuk "Bersihkan Lagi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel